KARYA
TULIS ILMIAH
“
LANGSA MASA KEPALA KENEGRIAN/ULEEBALANG”
OLEH:
NADIYA
FAZILLAH
NISN.9975593101
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji
dan syukur kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada saya sebagai penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
yang berjudul “Langsa masa kepala Kenegrian/Uleebalang”
Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga
serta kerabat yang selalu mendukung sehingga selesainya penulisan karya tulis
ilmiah ini.
Selama melaksanakan karya tulis ilmiah ini, penulis
mendapatkan banyak pelajaran yang sangat berharga. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih yang kepada guru pembimbing yang selalu
senantiasa membimbing dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik
dalam segi pembahasan maupun penyampaiannya, maka disini penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat mambangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.
Langsa, Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR...................................................................... i
DAFTARISI................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................... 1
A.
Latar Belakang................................................. 1
B. Rumusan
Masalah........................................... 3
C. Tujuan
Penelitian............................................ 3
D. Manfaat
Penelitian.......................................... 4
BAB II DASAR TEORI/LANDASAN TEORI............ 5
A.
Dasar
teori/landasan teori................................ 5
BAB III PEMBAHASAN............................................ 6
A.
Pembahasan
..................................................... 6
BAB IV PENUTUP....................................................... 10
A.
Kesimpulan........................................................ 10
B.
Saran ................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA.................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
adalah salah satu Negara yang berada di wilayah Asia Tenggara. Indonesia
merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau.
Terdapat 5 pulau besar atau utama di Indonesia, yaitu; pulau Sumatera, pulau
Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi, dan pulau Papua.
Provinsi Aceh merupakan salah satu
provinsi yang berada di Pulau Sumatera. Dengan Banda Aceh sebagai Ibu Kota.
Aceh pertama kali dikenal dengan nama Aceh Darusalam, kemudian Daerah Istimewa
Aceh, Nanggroë Aceh Darussalam, dan terakhir Aceh. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatera
dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Dengan jumlah penduduk
sekitar 4.500.000 jiwa.
Aceh memiliki sumber daya yang melimpah ruah,
salah satunya minyak bumi dan gas alam. Bahkan sejumlah analisis memperkirakan
gas alam di Aceh merupakan yang terbesar di dunia. Tidak hanya itu, Aceh juga
sangat kaya dengan berbagai macam kebudayaan. Dimulai dari kesenian
tradisionalnya, makanan khas dari setiap daerah, senjata tradisional, berbagai
tarian yang sangat beragam, hingga bahasa.
Untuk agama, sebagian besar
masyarakat Aceh menganut agama islam. Terkecuali suku Nias yang tidak semuanya
memeluk agama islam. Seperti yang sudah diketahui, Aceh terkenal istimewa
karena perarutaran yang dianutnya sesuai dengan syariat Islam. Di Aceh juga
memiliki polisi yang bertugas menegakkan agama Islam, yang disebut dengan
“Wilahyatul Hisbah” atau biasanya masyarakat menyingkat dengan “WH”.
Dahulu, diketahui Aceh memilki tiga
kekuatan sosial politik yang saling mendukung satu sama lain untuk memperkokoh
pondasi pemerintahan di kerajaan Aceh yang tengah dalam masa kejayaannya pada
saat itu. Tiga kekuatan sosial politik tersebut antara lain:
1. Sultan
2. Ulama
3. Uleebalang
Disini, penulis tertarik membahas mengenai kekuatan
sosial politik pada Uleebalang. Menurut dari beberapa referensi yang telah
penulis cari, Uleebalang sendiri adalah golongan bangsawan dalam masyarakat Aceh yang memimpin sebuah kenegerian
atau nanggroë,
yaitu wilayah setingkat kabupaten dalam struktur pemerintahan Indonesia sekarang. Istilah Uleebalang tidak mengacu pada
pengertian kepala laskar, melainkan lebih berarti kepala pemerintahan Daerah
Sendiri Otonom dan Pemangku Hukum Adat di daerahnya. Pengangkatan Uleebalang
ditandai dengan surat berstempel kerajaan yang dikenal dengan nama Cap
Sikureueng (Jakobi,2004).
Sejak tahun 1999, Aceh telah
mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan
kota dan 18 Kabupaten. Salah satu kota besarnya adalah Kota Langsa. Kota Langsa
berada kurang lebih di 400 km dari Ibu Kota Provinsi Banda Aceh. Kota ini
terkenal sebagai kota pendidikan dan kota perdagangan. Terdapat beberapa
perguruan tinggi ternama di Kota ini, diantaranya; Universitas Samudra Langsa,
STAIN Zawiyah Cot Kala, Kampus LP3I. dan beberapa akademi dari kebidanan dan
keperawatan seperti; Akademi Kebidanan Harapan Ibu, Akademi Keperawatan Yayasan
Cut Nyak Dhien, Akademi Keperawatan UMMI, Akademi Keperawatan Depkes
(Departemen Kesehatan), dan lainnya. Kota ini memiliki 5 kecamatan, diantaranya
:
Dari paparan di atas tentang Kota
Langsa, ternyata kota ini memiliki sejarah yang sudah dilupakan sebagian
masyarakat Aceh, khususnya Kota Langsa. Bahkan banyak masyarakat Langsa sendiri
yang tidak mengetahui tentang sejarah kotanya sendiri. Padahal, kota ini penuh
dengan sejarah, apalagi setelah ditemukannya makam Raja/Uleebalang terdahulu di
Desa Gampong Baroh Lama, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa.
Dari beberapan paparan di atas, membuat
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut masalah ini. Karna itu penulis
menulis karya tulis ini dengan judul “Langsa masa kepala Kenegrian/Uleebalang”.
B. Rumusan Masalah
1.
Untuk apa para peneliti Kota Langsa terus mencari makam para
Raja/Uleebalang terdahulu di Kota Langsa?
2.
Benarkah bila makam para Raja/Uleebalang terdahulu di Kota Langsa ditemukan
dapat membuktikan bahwa Kota Langsa memang sudah ada sejak Zaman dahulu dan
dapat membuat Kota Langsa menjadi salah satu Kota yang bersejarah di Aceh
C. Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui bahwa dahulu Kota Langsa memang pernah ada dan pernah
berjaya di Aceh dengan adanya para Uleebalang, dan dapat membuka situs sejarah
yang selama ini terpendam, bahkan tidak pernah diketahui oleh masyarakat Aceh,
khusunya masyarakat Kota Langsa.
2. Bila para tim peneliti Kota Langsa dapat
mencari dan membuktikan bahwa memang di Kota Langsa banyak terdapat makam para
Raja/Uleebalang terdahulu, tentu hal ini dapat membuktikan bahwa Kota Langsa
sudah ada sejak jaman dahulu, bahkan sebelum Belanda datang. Penelitian ini
juga bertujuan untuk menjadikan Kota Langsa sebagai salah satu kota yang penuh
dengan sejarah di Aceh.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi penulis:
Dapat menyadarkan
penulis sebagai salah satu masyarakat Kota Langsa bahwa ternyata Kota Langsa
merupakan Kota yang bersejarah di Aceh, dengan telah ditemukannyan salah satu
makam Ulee Balang di daerah Kota Langsa juga dapat menambah wawasan penulis.
Hal ini juga dapat memberika informasi kepada penulis bahwa dengan ditemukannya
makam para Raja/Uleebalang terdahulu membuktikan bahwa Kota Langsa Sudah ada
sejak jaman dahulu sebelum Belanda
datang.
2. Bagi pembaca:
Dapat menambah wawasan bagi para
masyarakat atau pembaca bahwa ternyata Kota Langsa juga salah satu kota yang
bersejarah dengan ditemukannya salah satu makam Raja/Uleebalang terdahulu. Dan
dapat menimbulkan rasa bangga kepada masyarakat Kota Langsa sendiri, karena
ternyata Kota Langsa merupakan salah satu Kota yang bersejarah dan sudah ada sejak jaman dahulu sebelum Belanda datang.
BAB
II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
A. Menurut TGK.A.K. Jakobi
Uleebalang
sendiri adalah golongan bangsawan dalam
masyarakat Aceh yang memimpin sebuah kenegerian
atau Nanggroë,
yaitu wilayah setingkat kabupaten dalam struktur
pemerintahan Indonesia sekarang.
Istilah Uleebalang tidak mengacu pada pengertian kepala laskar, melainkan lebih
berarti kepala pemerintahan Daerah Sendiri Otonom dan Pemangku Hukum Adat di
daerahnya. Pengangkatan
Uleebalang ditandai dengan surat berstempel kerajaan yang dikenal dengan nama
Cap Sikureueng.
B.
Menurut Drs.
Rachmatsyah, M.Pd.
Berakhirnya masa Ulee balang adalah
pada saat empat tahun sejak pecahnya perang Belanda di Aceh, hampir semua
kenegerian di TimurAceh sudah berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda.
Demikian juga semua pimpinan kenegerian yang disebut uleebalang telah
menandatangani surat pengakuan bahwa kenegerian atau landschap mereka berada di
bawah kedaulatan Belanda. Surat pengakuan tersebut dikenal dengan sebutan
Kortevorklering atau perjanjian singkat
C. Menurut Iskandar SP
data-data sejarah terkait dengan
kenegerian Langsa, beberapa di antaranya harus dicari di pulau Jawa,
Peninggalan Belanda juga banyak yang disimpan di Jakarta dan Yogyakarta.
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Kota Langsa
Kota Langsa adalah salah satu Kota di Provinsi Aceh yang terletak kurang lebih di 400 km dari ibu kota Provinsi Banda Aceh. Kota ini terkenal sebagai kota pendidikan dan kota perdagangan. Banyak masyarakat di Indonesia yang tidak mengenal Kota ini, bahkan tidak seluruh masyarakat Aceh mengenal tetang Kota ini. Menurut salah satu keturunan Raja Langsa ke tujuh, yaitu Dr. Alwi Isfahan, mengatakan bahwa Kota Langsa sudah terbentuk sejak abad ke-15. Menurutnya, pada abad itu datang seorang pangeran dari Pagayurun Sumatera Barat, ke daerah Kota Langsa melalui Selat Malaka. Pangeran tersebut berlabuh dari Titi Kembar, saat ini titi kembar tersebut berubah menjadi Desa Langsa Lama. Dr. Alwi Isfahan mengatakan di daerah itu pangeran membuka hutan belantara menjadi lahan. Jadi, menurut dr. Alwi, daerah yang pertama kali terbentuk di Kota Langsa adalah daerah langsa Lama. Tetapi, belum ada bukti yang kuat untuk membuktikan sejarah Kota Langsa seperti yang diceritakan oleh Dr. Alwi Isfahan.
Menurut dari beberapa referensi, konon nama Kota Langsa
berawal dari nama burung Elang besar, yaitu Langsar. Langsar adalah akronim
dari Elang Besar. Ternyata banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang hal
ini, khususnya masyarakat Kota Langsa sendiri. Sebenarnya masih banyak lagi
sejarah Kota Langsa yang masih belum diketahui oleh masyarakat. Diantaranya
adalah para Uleebalang terdahulu di Kota ini. Bahkan beberapa masyarakatpun
masih tidak mengetahui apa arti Uleebalang itu sendiri. Padahal para Tim
Peneliti Kota Langsa telah menemukan dan mempugarkan makam raja pertama
kenegrian Langsa yaitu Datuk Alam Malelo (1700 M-1780 M), dan Teuku Chik Banang
atau Datuk Bana (Keujruen Chik Ulee Balang Langsa Pertama yang memerintah pada
tahun 1760 M-1781 M) di Desa Gampong Baroh Lama, Kecamatan Langsa Lama, Kota
Langsa. Hal ini merupakan suatu penemuan yang luar biasa, karena dapat
memberikan sumbangan sejarah bagi Kota Langsa yang selama ini tidak pernah
terdengar.
B. Definisi Uleebalang
Banyak masyarat Aceh yang belum mengetahui apa itu
Uleebalang, Uleebalang sendiri adalah golongan bangsawan dalam masyarakat Aceh yang memimpin sebuah kenegerian
atau Nanggroë,
yaitu wilayah setingkat kabupaten dalam struktur pemerintahan Indonesia sekarang. Istilah Uleebalang tidak mengacu pada
pengertian kepala laskar, melainkan lebih berarti kepala pemerintahan Daerah
Sendiri Otonom dan Pemangku Hukum Adat di daerahnya. Pengangkatan Uleebalang
ditandai dengan surat berstempel kerajaan yang dikenal dengan nama Cap
Sikureueng (Jakobi,2004).
Gambar 3.1 tersebut adalah gambar stempel Cap Sikureueng,
yaitu Cap Stempel yang resmi dari sultan Aceh
Istilah “Nanggroë”
dipakai untuk menyebut gabungan dari beberapa “mukim” sedangkan “mukim” sendiri
berarti gabungan dari beberapa Kampung.
Kedudukan Uleebalang diwariskan secara turun-temurun dan
ditandai dengan pemberian gelar kabangsawanan. Untuk pria gelar kebangsawanan
disebut “Teuku” dan bagi wanita sebutannya “Cut”, “Cut Nyak” atau “Pocut”.
Uleebang yang berkuasa di suatu daerah otonomi sendiri sering disebut “Teuku
Chik” atau “Ampon Chik”. Uleebalang
ditetapkan oleh adat secara turun-temurun. Mereka menerima kekuasaan langsung
dari Sultan
Aceh. Sewaktu para Uleebalang memangku jabatan sebagai Uleebalang di daerahnya, mereka harus disahkan
pengangkatannya oleh Sultan Aceh. Surat Pengangkatan ini dinamakan Sarakata
yang dibubuhi stempel Kerajaan Aceh Cap Sikureung.
Adapun tugas Uleebalang adalah: memimpin Nangroe-nya dan mengkoordinir tenaga-tenaga tempur dari daerah kekuasaannya bila ada peperangan, menjalankan perintah-perintah atau instruksi dari Sultan; menyediakan tentara atau perbekalan perang bila dibutuhkan oleh Sultan, dan membayar upeti kepada Sultan. Namun demikian mereka masih tetap sebagai pemimpin yang merdeka dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang berada di wilayahnya (Rachmatsyah,2014).
Uleebalang bertugas menjalankan pemerintahan, politik dan juga pemilik modal dengan sebutan Peutua Pangkai yang meminjamkan uang kepada para petani melalui perantara yang disebut Peutua Seuneubok. Para uleebalang juga berdagang dengan luar negeri. Berdasarkan sarakata mereka bebas dalam import dan eksport barang-barang dari pelabuhanya.
Berakhirnya
masa Ulee balang adalah pada saat empat tahun sejak pecahnya perang Belanda di
Aceh, hampir semua kenegerian di TimurAceh sudah berada di bawah kekuasaan
Hindia Belanda. Demikian juga semua pimpinan kenegerian yang disebut uleebalang
telah menandatangani surat pengakuan bahwa kenegerian atau landschap mereka
berada di bawah kedaulatan Belanda. Surat pengakuan tersebut dikenal dengan
sebutan Kortevorklering atau perjanjian singkat (Rachmatsyah,2014).
C. Pencarian Makam Raja/Uleebalang Terdahulu Dan Situs Sejarah Kota Langsa
Setelah para tim peneliti Kota Langsa menemukan makam Raja pertama Kenegerian Langsa, yakni Datuk Alam Malelo (1700 M-1780 M), dan Teuku Chik Banang atau Datuk Bana (Keujruen Chik Ulee Balang Langsa Pertama yang memerintah pada tahun 1760 M-1781 M) di Desa Gampong Baroh Lama, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa. Seharusnya hal ini dapat menambah komitmen para tim peneliti khususnya dan kepada seluruh masyarakat kota Langsa umumnya agar dapat terus mencari dan menggali situs-situs sejarah Kota Langsa yang selama ini terlupakan, bahkan tidak pernah diketahui.
Menurut Iskandar SP, Ketua Tim Peneliti Kota Langsa mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih terus mengumpulkan data-data sejarah terkait dengan kenegerian Langsa. Beberapa di antaranya harus dicari di pulau Jawa, Peninggalan Belanda juga banyak yang disimpan di Jakarta dan Yogyakarta.
Pencarian situs-situs sejarah kota Langsa ini harus di cari, begitu juga dengan makam Raja/Uleebalang di Kota Langsa terdahulu. Menurut Serambi Indonesia,2013 mengatakan bahwa Wali Kota Langsa saai ini, yaitu Usman Abdullah bertekad untuk segera memugar situs makam keluarga Raja Kenegrian Langsa. Pememugaran dilakukan untuk menjadi catatan sejarah di kemudian hari, bahwa Langsa sudah ada jauh sebelum Belanda datang.
Hal tersebut harus kita dukung, terutama bagi masyarakat Langsa sendiri. Apalagi menurut dari beberapa referensi dari yang telah penulis baca, Wali Kota Langsa saai ini, yaitu Usman Abdullah meminta pertanggung jawaban para akademisi (sejarawan) dan para petinggi Kota Langsa untuk melahirkan buku tentang sejarah Kota Langsa sejak jaman “endatu” . ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik sekali, karena masyarakat Kota Langsa sendiri masih sangat banyak yang tidak mengenal sejarah Kotanya sendiri. Maka dari itu, kita sebagai masyarakat Aceh, khususnya kota Langsa diharapkan dapat memberikan sumbangsih mengenai sejarah Kota Langsa.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sini
dapat diambil kesimpulan bahwa, langsa masa kepala kenegrian/Uleebalang itu
memang ada, dan ini membuktikan bahwa Kota Langsa sudah ada sejak dahulu
sebelum Belanda datang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penemuan makam
raja pertama Langsa yaitu Datuk Alam Malelo (1700 M-1780 M), dan Teuku Chik
Banang atau Datuk Bana (Keujruen Chik Ulee Balang Langsa Pertama yang
memerintah pada tahun 1760 M-1781 M) di Desa Gampong Baroh Lama, Kecamatan
Langsa Lama, Kota Langsa. Bahkan tim peneliti Kota Langsa juga meyakini bahwa
data-data sejarah terkait dengan kenegerian Langsa, Beberapa di antaranya harus
dicari di pulau Jawa, Peninggalan Belanda juga banyak yang disimpan di Jakarta
dan Yogyakarta.
B.
Saran
Saran dari penulis adalah, masyarakat Aceh harus lebih banyak memperdalam
sejarah, khususnya bagi masyarakat Kota Langsa. Karena, sesungguhnya masih
banyak masyarakat Aceh yang sama sekali tidak mengetahui sejarah kotanya
sendiri. Bahkan masih sangat banyak masyarakat yang tidak tahu apa itu
Uleebalang. Maka dari itu diharapkan kepada seluruh masyarakat yang memiliki
potensi, agar dapat membantu pemerintah kota maupun provinsi, dengan memberikan
sumbangsih dalam bentuk apapun, guna membantu pemerintah untuk menuntaskan buta
sejarah pada masyarakat Aceh. Sekali lagi penulis menyarankan, mari kita
bersama menuntaskan buta Sejarah pada masyarakat Aceh. Karena Aceh penuh dengan
kejayaan pada masanya dahulu. Mari bersama kita tunjukan kepada dunia nanggroë Aceh yang indah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dear Madam; This is all interesting.I also see online by Drs Rachmatsyah an article in where he doubts about the ruling of the rajhas 1918-1942.I can give you the exact info from arsip Belanda. I am historian about kerajaan2 Aceh,.The kerajaan2 Aceh very much interests me.You can contact me via kupang1960@gmail.com or facebook Donald Tick. Salam hormat: DP Tick secr. Pusat Dokumentasi Kerajaan2 di Indonesia "Pusaka"
BalasHapus